Minggu, 26 April 2020

Aswatama

Guru Madrasah
Bambang Aswatama anak Dahyang Durna dengan Dewi Wilotama, seorang bidadari yang pada waktu ia berjumpa dengan Durna, menjelma berupa kuda. Maka nama Aswatama pun berarti kuda yang terutama (aswa = kuda).

Aswatama orang yang sakti. Dari Dewa ia mendapat senjata berupa panah, bernama Cundamani yang dapat mengeluarkan api sepanas panasnya. Begitu pula Aswatama se1au dilindungi oleh Wilotama, ibunya.


Ia adalah ksatria besar, berpihak pada Korawa dan menjadi penasihat siasat perang.

Hidup Aswatama senantiasa diamat-amati ibunya, Dewi Wilotama yang adalah seorang bidadari. Setiap kali Aswatama terancam bahaya, datanglah ibunya membantu. Maka Aswatama pun selalu jaya di dalam perang.

Sebenarnya Aswatama sebangsa pendeta, sebab ia anak Dahyang Durna, guru Pendawa dan Korawa. Aswatama memang membela kerajaan Astina, tetapi bantuan yang diberikannya tak tampak nyata. Oleh karena ia memihak kepada Astina, ia pun benci pada Pendawa, musuh Astina dan juga tak suka pada Banowati yang dianggapnya sebagai musuh dalam selimut, karena meskipun lahirnya Dewi Banowati adalah permaisuri Prabu Suyudana, batinnya dia memihak Pendawa. Maka Aswatama pun selalu mendendam pada Banowati.

Dalam perang Baratayuda ia senantiasa mengetahui tipu muslihat musuh dan selalu jaya dalam perang. Sehabis perang Baratayuda Aswatama bermaksud membunuh kerabat Pendawa dengan menggali lobang yang menuju ke rumah Pendawa. Aswatama melihat Dewi Banowati, lalu dibunuhnya. Di tempat itu Aswatama melihat pula anak Angkawijaya, Parikesit yang waktu itu masih bayi. Aswatama hendak membunuh bayi itu, tetapi sibayi menangis sekeras-kerasnya dan menendang panah Pasopati yang ditaruh di situ untuk menjaga bayi. Panah terpental, mengenai leher Aswatama hingga putus dan matilah Aswatama.

Baca Pula : Aswatama Nglandak

Aswatama bermata kedondongan putih, berhidung mancung serba lengkap, berketu udeng dengan garuda membelakang, bersunting kembang kluwih panjang. Berkalung putran bentuk bulan sabit. Bergelang, berpontoh, dan berkeroncong. Berkain, tetapi tidak bercelana panjang. Di dalam cerita, Aswatama berkaki kuda dan bersurai, oleh karena ia beribu kuda.

Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982